dr. Hendri Saputra
Sabtu, 28 November 2015
Aspirasi Pneumonia
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Pneumonia merupakan
keadaan peradang parenkim
paru-paru atau infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru. Pneumonia
disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi,
pneumonia hypostatic, dan sindrom weffer.1
Orang yang
lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan tidak sadar karena
pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk
menderita pneumonia aspirasi. Bahkan orang normal
yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita
pneumonia aspirasi. Infeksi ini umum menyerang saluran pernafasan bagian
bawah dengan gejala febris. Walaupun sangat jarang faringitis dapat berkembang
menjadi bronkhitis dan berlanjut menjadi pneumonia.1
Perjalanan penyakit pneumonia berlangsung secara graduil berupa sakit
kepala, malaise, batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang-kadang
sakit didada kemungkinan pleuritis. Pada awalnya sputum sedikit lama-lama
bertambah banyak. Foto toraks memberikan gambaran adanya infiltrat pada
paru-paru. Infiltrat berbentuk bintik-bintik menyebar kesannya lebih berat
dibandingkan dengan gejala klinis. Pada kasus yang berat, pneumonia menyebar
dari satu lobus ke lobus lainnya dan dapat juga bilateral. Sepertiga dari kasus
menunjukkan adanya lekositosis pada minggu pertama. Lama sakit berlangsung dari
beberapa hari sampai satu bulan lebih. Infeksi sekunder oleh bakteri lain dan
komplikasi lain dapat terjadi.1
Etiologi pneumonia
berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada
obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah
bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah
yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah
sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola
kuman di suatu tempat.
I.
2 Tujuan Penulisan
Penulisan
referat ini merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi di Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah. Referat
merupakan kumpulan dari berbagai referensi yang sudah teruji dan diakui oleh
berbagai pihak yang berkompeten. Penulisan ini juga secara tidak langsung
melatih untuk menulis secara ilmiah dan berkopetensi secara ilmiah dalam penulisan. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi berbagai pihak untuk
diaplikasikan dalam pratek medis
sehari-hari yang
berguna untuk meningkatkan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
BAB II
TINJAUAN PERPUSTAKAAN
II. 1 Anatomi dan Fisiologi
Pernafasan
Menurut
Price SA, Wilson LM, anatomi pernafasan agar udara bisa mencapai paru-paru
adalah hidung, laring, trakhea, bronkhus dan bronkhiolus. Fungsi masing-masing
bagian ini sebagai berikut: Fungsi
hidung Terdapat bentukan-bentukan yang berfungsi untuk: Bulu-bulu hidung
berguna untuk menyaring udara yang baru masuk, debu dengan diameter > 5
mikron akan tertangkap. Selaput lendir hidung berguna untuk menangkap debu
dengan diameter lebih besar, kemudian melekat pada dinding rongga hidung.
Anyaman vena (Flexus venosus) berguna untuk menyamakan kondisi udara yang akan
masuk paru dengan kondisi udara yang ada di dalam paru. Konka (tonjolan dari
tulang rawan hidung) untuk memperluas permukaan, agar proses penyaringan,
pelembaban berjalan dalam suatu bidang yang luas, sehingga proses diatas
menjadi lebih efisien. 2
Pharing
Terdapat persimpangan antara saluran napas dan saluran pencernaan. Bila menelan
makanan glotis dan epiglotis menutup saluran napas, untuk mencegah terjadinya
aspirasi. Pada pemasangan endotrakeal tube glotis tidak dapat menutup sempurna,
sehingga mudah terjadi aspirasi. Laring Terdapat pita suara / flika vokalis,
bisa menutup dan membuka saluran napas, serta melebar dan menyempit. Gunanya: Membantu dalam proses mengejan, membuka dan menutup saluran napas secara intermitten
pada waktu batuk. Pada waktu mau batuk flika vokalis menutup, saat batuk
membuka, sehingga benda asing keluar. Secara reflektoris menutup saluran napas
pada saat menghirup udara yang tidak dikehendaki (untuk proses bicara).2
Trakea
Dikelilingi tulang rawan berbentuk tapal kuda (otot polos dan bergaris)
sehingga bisa mengembang dan menyempit. Trakea bercabang menjadi 2 bronkus
utama. Bronkus Merupakan percabangan trakea, terdiri dari bronkus kanan dan
kiri. Antara percabangan ini terdapat karina yang memiliki banyak saraf dan
dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus
kiri dan kanan tak simetris. Yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya
hampir vertikal. Yang kiri lebih panjang dan lebih sempit dengan sudut lebih
tajam. Bronkus ini kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris, bronkus
segmentasi, bronkus terminalis, asinus yang terdiri dari bronkus respiratorius
yang terkadang mengandung alveoli, duktus alveolaris dan sakus alveolaris
terminalis.2
Paru
Terdiri dari paru kanan dan kiri yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2 lobus.
Dibungkus oleh selaput yang disebut pleura viseralis sebelah dalam dan pleura
parietalis sebelah luar yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura
terdapat cavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam saluran napas selain
terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna untuk menggerakkan lendir
dan kotoran ke atas.1,2
Fisiologi
Pernapasan Menurut Guyton. Ae, respirasi meliputi 2 bidang yakni respirasi
eksterna dan respirasi interna. Respirasi eksterna adalah pengangkutan oksigen
dari atmosfer sampai ke jaringan tubuh dan pengangkutan karbon dioksida dari
jaringan sampai ke atmosfer. Sementara bagaimana oksigen digunakan oleh
jaringan dan bagaimana karbon dioksida dibebaskan oleh jaringan disebut
respirasi internal. Proses respirasi merupakan proses yang dapat dibagi menjadi
5 tahap yaitu :
1)
Ventilasi
Udara
bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu otot sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis
eksternus mengangkat iga-iga. Toraks membesar ke tiga arah : anteroposterior,
lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura,
dari sekitar -4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mm
Hg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Tekanan saluran udara
menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm
Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan
atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru sampai tekanan saluran
udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan
tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan
paru-paru atau saat ekspirasi dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi. 2, 3
2)
Difusi
Tahap
kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorongm untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang sepi
anatomik saluran udara dan dengan uap air. Ruang sepi anatomik ini dalam
keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan. Hanya
udara bersih yang mencapai alveolus yang merupakan ventilasi efektif, tekanan
parsial oksigen dalam darah vena campuran (PVO2) di kapiler paru kira-kira
sebesar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah
daripada tekanan dalam alveolus (PAO2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan
mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Perbedaan tekanan CO2 antara darah dan
alveolus yang jauh lebih rendah (6 mm Hg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi
ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, dimana
konsentrasinya pada hakekatnya nol kendatipun selisih CO2 antara darah dan
alveolus amat kecil. 2, 3
3)
Hubungan antara
ventilasi-perfusi
Pemindahan
gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi
merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler.
Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonar harus sesuai.
Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,8. Angka
ini didapatkan dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 L/menit).
Ketidak-seimbangan antara proses ventilasi-perfusi terjadi pada kebanyakan
penyakit pernapasan. Tiga unit pernapasan abnormal secara teoritis
menggambarkan unit ruang sepi yang mempunyai ventilasi normal, tetapi tanpa
perfusi, sehingga ventilasi terbuang percuma (V/Q = tidak terhingga). Unit
pernapasan abnormal yang kedua merupakan uniit pirau, dimana tidak ada
ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0).
Unit yang terakhir merupakan unit diam, dimana tidak ada ventilasi dan perfusi.2, 3
4)
Transpor oksigen dalam
darah
Oksigen
dapat diangkut dari paru-paru ke jaringan-jaringan melalui dua jalan: secara
fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia oksigen dengan hemoglobin ini bersifat
reversibel. Dalam keadaan normal jumlah O2 yang larut secara fisik sangat kecil
karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah. Hanya sekitar 1% dari
jumlah oksigen total yang diangkut. Cara transpor seperti ini tidak memadai
untuk mempertahankan hidup. Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin
yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Dalam keadaan tertentu (misalnya :
keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif dimana terjadi insufisiensi
hemoglobin) maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat ditranspor
dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih
tinggi dari tekanan atmosfer (ruang oksigen hiperbarik). Satu gram hemoglobin
dapat mengikat 1,34 ml oksigen. Pada tingkat jaringan oksigen akan berdisosiasi
dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma. Dari plasma oksigen berdifusi ke
sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.
Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75% dari hemoglobin masih
berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam
bentuk darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen dalam
darah arteria yang digunakan untuk keperluan jaringan. 2,3
5)
Pengendalian pernapasan
Pernapasan
dikendalikan oleh suatu kelompok neuron
yang terletak bilateral di dalam substansia retikularis medula oblongata dan
pons. Dibagi menjadi 3 daerah utama yaitu :
(1) Kelompok neuron medula oblongata
dorsalis, yang merupakan area inspirasi. Letak neuronnya sangat dekat dan
berhubungan rapat dengan traktus solitarius yang merupakan ujung sensorik
nervus vagus dan gloso varingeus. Sebaliknya masing-masing saraf ini
menghantarkan isyarat-isyarat sensorik dari kemo reseptor perifer, dengan cara
ini membantu ventilasi paru.2,3
(2) Kelompok neuron medula oblongata
ventralis, yang merupakan area ekspirasi. Merupakan kelompok neuron respirasi
ventralis yang bila terangsang merangsang otot-otot ekspirasi. Area ekspirasi
selama pernapasan tenang dan normal bersifat pasif. Bila dorongan ekspirasi
menjadi jauh lebih besar dari normal maka isyarat-isyarat tertumpah ke area
ekspirasi dari mekanisme osilasi dasar area inspirasi, meningkatkan tenaga
kontraktil yang kuat ke proses ventilasi paru.2, 3
(3) Area di dalam pons yang membantu
kecepatan pernapasan yang disebut area pneumotaksis. Pusat pneumotaksis
menghantarkan isyarat penghambat ke area inspirasi, yang mempunyai efek
membatasi isyarat inspirasi. Efek sekundernya terjadi bila pembatasan inspirasi
memperpendek masa pernapasan, maka siklus pernapasan berikut akan terjadi lebih
dini. Jadi isyarat pneumotaksis yang kuat dapat meningkatkan kecepatan
pernapasan 30-40 x per menit. Sementara yang lemah hanya beberapa kali per
menit.2,3
II. 2 Definisi
Pneumonia aspirasi adalah radang parenkim dan saluran pernafasan yang
terjadi karena masuknya benda asing, padat maupun cair, yang ukuran dan takarannya
berlebihan serta tidak steril. Radang paru-paru yang berlangsung akut ditandai
dengan perasaan tidak enak, batuk, dispnoe, dan demam yang tinggi. Pada
pneumonia macam ini terlihat pembusukan jaringan pulmoner. Pneumonia ini juga
dapat disebabkan oleh kuman-kuman yang mempunyai daya putrefaksi (daya
melarutkan jaringan mati).4
Kuman-kuman ini mempunyai asal bronchogen atau hematogen. Nekrosa primer
paru-paru biasanya disebabkan aspirasi bahan-bahan asing, misalnya obat-obatan,
bahan anastesi, makanan atau nanah. Juga dapat disebabkan oleh penetrasi benda
asing, berasal dari lambung-lambung besar. Masuknya cairan ke dalam paru-paru
tidak selalu mengakibatkan perubahan patologis jaringan paru-paru. Kadang,
secara sengaja cairan tertentu dimasukkan ke dalam saluran pernafasan. Zat cair
dan obat yang sengaja dimasukkan ke dalam batang tenggorok untuk tujuan
pemeriksaan dan pengobatan selain steril juga harus bersifat Perubahan-perubahan
terkemuka ialah pneumonia fibrinosa atau catarhalis.4
Perubahan putrefaksi ditemukan di daerah hepatisasi. Pembusukan ini
terlihat sebagai noduli kecil hingga sebesar kacang yang mempunyai pusat
gangrene. Akan tetapi perubahan ini dapat meluas hingga menjadi lobuler, atau
lober dan biasanya berbau. Hawa dapat menembus paru-paru dan menyebabkan
pneumothorax atau kadang-kadang emfisema subkutan di bagian leher dan bahu,
malah sampai ekor. Biasanya pneumoni ini menyebabkan kematian.4
Secara mikroskopik terlihat bronchitis dan bronchiolitis suppurativa pada permulaan
pneumoni. Radang meluas ke dalam parenkim disekitar bronchi dan bronchioli dan
menyebabkan terjadinya sarang-sarang multiple yang sama sifatnya. Sarang-sarang
ini berdifusi menjadi lebih besar. Pada sapi sering ditemukan edema inter -
lobiler dan emfisema.4
II. 3 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan
mendapatkan pneumonia penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita.
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan
bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan
beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi,
polusi, GE, aspirasi, dll. 5
Pneumonia
sering terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, pada usia dibawah 2 bulan
pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit
juga disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam. Pada usia
2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali/menit
dan pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak
40 kali/menit.Pneumonia berat ditandai dengan adanya gejala seperti anak tidak
bisa minum atau menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang,dan terdapat
tarikan dinding dada kedalam dan suara nafas bunyi krekels (suara nafas
tambahan pada paru) saat inspirasi.
Kasus terbanyak terjadi pada anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan. Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas atau balai pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis pertama antibiotik yang sesuai.
Kasus terbanyak terjadi pada anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan. Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas atau balai pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis pertama antibiotik yang sesuai.
II. 4 Etiologi
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme
(virus, bakteri) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon
(minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu,
isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). 6
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan
berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang
menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia
adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai
40%. Sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib). 6
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah
(droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian
atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui
aliran darah.4
Benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan
mungkin berasal dari makanan, bahan yang dimuntahkan, obat-obatan, cairan
larutan , cairan radang atau abses didalam rongga mulut dan sekitarnya, air
susu, dan sebagainya. 5, 6
Adapun
cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
2. Aliran darah, dari
infeksi di organ tubuh yang lain
3. Migrasi
(perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko
terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut,
alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin
laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai,
Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong
bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun. Selain faktor-faktor
resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari
pneumonia :
- Individu yang
mengidap HIV
- Individu yang
terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang
- Individu yang
mengalami aspirasi isi lambung
- Karena muntah air
akibat tenggelam
- Bahan yang
teraspirasi
Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dalam saluran pernafasan,
tetapi biasanya sebelum masuk ke dalam paru-paru, akan dikeluarkan oleh
mekanisme pertahanan normal atau menyebabkan peradangan maupun infeksi. Jika
partikel tersebut tidak dapat dikeluarkan, bisa menyebabkan pneumonia.5, 6
Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan
tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya,
memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan orang normal yang
menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita
pneumonia aspirasi.6
II. 5 Patofisiologi
Perubahan
secara organik sebagai akibat aspirasi tergantung pada sifat fisis dan takaran
benda asing, serta virulence mkroorganisme yang masuk paru-paru. Apabila
sebagai akibat aspirasi terjadi combatant bronchus akan terlihat usaha untuk
membebaskan sumbatan tersebut dengan batuk secara terus-menerus yang dalam
waktu singkat akan berakibat fatal sebagai akibat hipoksia dan asfiksia.
Sesampai di paru-paru, benda asing bersama kuman-kuman akan segera mengiritasi
jaringan, sehingga terbentuk radang. Apabila mampu melokalisasi radang, gejala
klinis tidak akan tampak. Sebaliknya bila bagian paru-paru yang menderita cukup
luas radang paru-paru akan bersifat akut dengan batuk yang terus menerus
disertai dengan dispneoea dan demam yang tinggi. Dalam waktu singkat fungsi
pernafasan akan mengalami kegagalan.5
Kuman
yang terdapat pada proses radang, radang paru-paru kataral yang semula
terbentuk akan berubah menjadi ganggren yang lebih parah (pneumonia
ganggrenosa). Tergantung pada macam benda asing dan juga banyaknya jaringan yang membusuk, bau yang
menusuk yang keluar dari lubing hidung akan berbeda sifat dan intensitasnya.
Oleh adanya toksin yang dihasilkan kuman, gejala toksemia juag akan teramati.5
Paru terlindung dari
infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan
aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag
alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui
sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis
kistik , benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai
paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental
atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya
pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil
terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan
pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia
tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan
meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.
II. 6 Klasifikasi
Tipe pneumonia
aspirasi gejala klinis dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Tipe obstruktif
Sumbatan saluran napas
oleh sisa makanan. Bila sumbatan terjadi pada cabang bronkus, maka akan timbul batuk
sesak dan mungkin sianosis.
2. Tipe asmatik
(asthmatic like Reaction)
Segera setelah terjadi
aspirasi asam lambung, timbul batuk – batuk, sesak napas, hipoksia, sianosis,
hipotensi dan syok.
Pneumonia terbagi
dalam berbagai jenis berdasarkan dengan penyebab, anatomik, dan berdasarkan
asal penyakit ini didapat. Seperti berikut:
1. Berdasarkan penyebab :
1. Berdasarkan penyebab :
a. Pneumonia Lipid
b. Pneumonia Kimiawi
c. Pneumonia karena
extrinsik allergic alveolitis
d. Pneumonia karena
obat
e. Pneumonia karena
radiasi
f. Pneumonia dengan
penyebab tak jelas
2. Berdasarkan
Anatomik :
a. Pneumonia Lobaris
Merupakan pneumonia
yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua
lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
b. Pneumonia Interstisial
Merupakan pneumonia
yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar.
c. Bronchopneumonia
Merupakan pneumonia
yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.
3. Berdasarkan asal penyakit :
- Pneumonia
komunitas atau community acquired pneumonia, adalah pneumonia yang didapat
dari masyarakat.
- Pneumonia
nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu
didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
Klasifikasi
berdasarkan kaadaan infektif dan non infektif.
A . Pneumonia
Non-Infektif
1.Aspirasi Pneumonia
Aspirasi pneumonia
terjadi ketika cairan atau makanan terhisap masuk ke dalam paru, dan terjadi
konsolidasi dan radang sekunder. Keadaan klinis yang merupakan resiko bagi
penderita ialah pembiusan, operasi, koma, stupor karsinoma laring dan kelemahan
hebat. Bagian paru yang terkena bermacam-macam tergantung posisi tubuh
penderita. Bila dalam keadaan tidur terlentang, daerah yang terkena adalah
segmen apikal lobus bawah. Bila dalam keadaan tidur miring ke sisi kanan,
daerah yang terkena ialah segmen posterior lobus atas. Daerah yang sering
terkena mengandung anaerobic, dan abses paru mengandung material yang membusuk.
2. Lipid Pneumonia
Lipid Pneumonia dapat
endogen akibat obstruksi saluran nafas yang menyebabkan terjadinya timbunan
magkrofag dan sel raksasa disebelah distal. Keadaan ini sering ditemukan
disebelah distal dari karsinoma bronkus atau benda asing yang terhirup.
Disamping itu lipid pneumonia dapat juga disebabkan oleh faktor eksogen, akibat
terhirupnya material yang mengandung konsentrasi lipid yang tinggi. Material
seperti ini misalnya paraffin cair atau tetes hidung berbentuk minyak. Vakuola
lipid dicerna oleh sel raksasa benda asing; dan dapat ditemukan beberapa
fibrosis interstisial.
3. Eosinofilik
Pneumonia
Eosinofilik Pneumonia
ditandai oleh banyak Eosinofil dalam interstisial dan alveoli. Mungkin dapat
ditemukan sumbatan mukus pada bagian proksimal saluran nafas, seperti yang
ditemukan pada asma, atau oleh Aspergillus, seperti pada bronkopulmoner
aspergilosis. Kambuhnya radang bronkial dapat mengakibatkan destruksi dinding
disertai penggantian oleh jaringan granulasi dan sel raksasa; ini disebut
Bronkosentrik Granulomatosis. Disamping itu, eosinofilik pneumonia dapat
ditemukan sewaktu mikrofilaria pindah melalui sirkulasi paru. Ini dapat juga
idiopatik, yang berkaitan dengan eosinofilia darah pada sindroma Loffler.
B. Pneumonia Infektif
1) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
mempunyai karakteristik bercak-bercak distribusi yang terpusat pada bronkiolus
dan bronkus yang meradang disertai penyebaran ke alveoli sekitarnya. Ini sering
terjadi pada orang usia lanjut, bayi dan penderita yang sangat lemah, misalnya
penderita kanker, gagal jantung, gagal ginjal kronis dan trauma
serebrovaskuler. Bronkopneumonia juga terjadi pada penderita bronchitis akut,
sumbatan nafas kronis atau kistik fibrosis. Kegagalan membersihkan saluran
nafas dari hasil sekresi, seperti yang biasanya terjadi pada periode setelah
operasi, juga merupakan predisposisi terjadinya bronkopneumonia.
Organisme
penyebab ialah Stafilococcus, Streptococcus, Haemophilus Influenzae, Koliform
dan jamur. Penderita sering mengalami septikemia dan toksik, disertai demam dan
berkurangnya kesadaran. Daerah yang terkena dapat diidentifikasi secara klinis
dengan terdengarnya suara krepitasi pada pemeriksaan auskultasi.
Daerah paru yang terkena cenderung pada bagian basal dan bilateral. Pada pemeriksaan postmortem terlihat berwarna kelabu atau kelabu atau kelabu merah. Histologi menunjukkan radang akut yang khas disertai eksudat. Dengan antibiotik dan fisioterapi, daerah yang sakit akan mengalami penyembuhan atau perbaikan dengan meninggalkan jaringan parut.
Daerah paru yang terkena cenderung pada bagian basal dan bilateral. Pada pemeriksaan postmortem terlihat berwarna kelabu atau kelabu atau kelabu merah. Histologi menunjukkan radang akut yang khas disertai eksudat. Dengan antibiotik dan fisioterapi, daerah yang sakit akan mengalami penyembuhan atau perbaikan dengan meninggalkan jaringan parut.
2) Pneumonia Lobaris
Pneumonia Pneumokokus
khas mengenai orang dewasa berumur antara 20 sampai 50 tahun; meskipun begitu
pneumonia lobaris akibat Klebsiella mengenai individu berusia lanjut, penderita
Diabetes Mellitus atau alkoholik. Gejalanya berupa batuk, demam dan produksi
sputum. Sputum terlihat purulen dan mungkin mengandung bercak darah, yang
disebut sputum karat (Rusty). Demam dapat sangat tinggi (lebih 40o C), disertai
menggigil. Nyeri dada pada waktu inspirasi yang merefleksikan terlibatnya
pleura. bersamaan dengan terjadinya konsolidasi paru, terdapat suara redup pada
perkusi disertai naiknya suara pektoralis dan suara nafas bronkial. Bronkiolus
yang berisi sel radang dan alveoli di dekatnya berisi penuh eksudat. Pigmen
berwarna hitam adalah karbon, sering ditemukan.
3) Pneumonia Khusus
3) Pneumonia Khusus
Pneumonia khusus dapat
disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi), atau yang
imunosupresi.
a) Pada host yang
imunosupresi (normal)
Pneumonia khusus pada
host normal (non-imunosupresi), mungkin sebagai akibat dari :
- Virus, misalnya
Influenza, Respiratory Syncyial Virus (RSV), Adenovirus dan Mikoplasma.
- Penyakit Legionnaires.
- Penyakit Legionnaires.
Pneumonia Mikoplasma
dan Pneumonia Virus
Kejadian klinis
bermacam-macam tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Pada kasus yang
fatal, paru menjadi bertambah berat, kemerahan dan memadat seperti pada
sindroma distres pernafasan dewasa. Histologi menunjukkan radang interstisial
yang terdiri dari limposit, magkrofag dan sel plasma. Membran hialin dan
eksudat fibrinosa terlihat menonjol. Alveoli relatif bebas dari eksudat
seluler.
Pneumonia Mikkoplasma cenderung menyebabkan pneumonia kronis dalam derajat yang lebih rendah, disertai radang interstisial dan beberapa membran hialin. Sifat kronis penyakit akan menyebabkan organisasi radang dan fibrosis paru.
Virus Influenza dapat menyebabkan pneumonia akut fulminan disertai perdarahan paru; perjalanan kliniknya sangat cepat dan fatal.
Pneumonia Mikkoplasma cenderung menyebabkan pneumonia kronis dalam derajat yang lebih rendah, disertai radang interstisial dan beberapa membran hialin. Sifat kronis penyakit akan menyebabkan organisasi radang dan fibrosis paru.
Virus Influenza dapat menyebabkan pneumonia akut fulminan disertai perdarahan paru; perjalanan kliniknya sangat cepat dan fatal.
Penyakit Legionaires
Penyakit ini
disebabkan oleh basil Legionella Pneumophila, dan disebarkan melalui tetesan
air dari pengatur kelembaban udara dan tangki penampungan air yang telah
terkontaminasi. Penderita sebelumnya dalam keadaan sehat, walaupun sebagian
kecil telah mempunyai penyakit kronis, seperti gagal jantung atau karsinoma.
Gejala berupa batuk, dyspnea dan nyeri pada daerah dada, bersama-sama dengan
bentuk sistemik lain, misalnya mialgia, sakit kepala, kesadaran menurun, mual,
muntah dan diare. Sekitar 10 – 20 % kasus adalah fatal. Pada autopsy ditemukan
paru bertambah berat dan memadat.
b) Pada host yang
imunosupresi
Apabila kondisi
imunosupresi mengenai seorang penderita, paru akan mudah menjadi sakit oleh
organisme yang non-patogen bagi individu yang tidak mengalami imunosupresi.
Keadaan ini dikenal sebagai infeksi “Oportunistik”. Pada setiap penderita
imunosupresi, timbulnya demam, nafas yang pendek dan batuk bersama dengan
infiltrat paru, merupakan kejadian yang membahayakan.
Penyebab infeksi Oportunistik yang sering ialah :
Penyebab infeksi Oportunistik yang sering ialah :
- Pneumocystis
Carinii.
- Jamur lain, misalnya
Candida, Aspergillus.
- Virus, misalnya
Sitomegalovirus, campak.
Pneumocystis Carinii
Alveoli terisi eksudat
yang berbuih berwarna jambon. Dengan pewarnaan impregnasi perak akan dapat
dilihat organisme berbentuk bulat atau bulan sabit. Ditemukan juga kerusakan
alveolar yang difus.
Jamur
Baik Candida maupun Aspergillus keduanya dapat menyebabkan nekrosis yang luas. Mikro-abses mengandung filamen jamur yang khas.
Baik Candida maupun Aspergillus keduanya dapat menyebabkan nekrosis yang luas. Mikro-abses mengandung filamen jamur yang khas.
Virus
Infeksi virus dapat memproduksi kerusakan alveolar yang difus. Khas ditemukan inklusi intranukleus disertai infeksi oleh Sitomegalovirus (CMV). Pneumonitis campak memproduksi pneumosit raksasa yang tersebar disertai metaplasia skuamosa bronkus dan bronkiolus.
Infeksi virus dapat memproduksi kerusakan alveolar yang difus. Khas ditemukan inklusi intranukleus disertai infeksi oleh Sitomegalovirus (CMV). Pneumonitis campak memproduksi pneumosit raksasa yang tersebar disertai metaplasia skuamosa bronkus dan bronkiolus.
II. 7 Gejala Klinik 5
Gejala
klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen penyebabnya,
sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul gejala. Pada neonatus sering
dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada
bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,panas,
dan iritabel.
Pada anak
pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk ( non
produktif / produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif ), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan
letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.
Pada
auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine
crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa
ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada
perkusi, vokal fremitus menurun, suara panas menurun, dan terdengar fine
crackles (ronki basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi anak
berbaring ke arah yang sakit dengan kaki flesi. Rasa nyeri, dapat menjalar ke
leher, bahu, dan perut.
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului
infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas,
nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna merah karat
(untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus),
atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan
sakit kepala.
Tanda dan Gejala berupa:
Tanda dan Gejala berupa:
1.
Akut:
dispnoea yang sangat, pernapasan dangkal dengan frekuensi yang meningkat.
2.
Pernapasan
dilakukan dengan mulut;mulut dibuka dan lidah dijulurkan, dan dengan hidung.
3.
Leher
penderita diluruskan, untuk melonggarkan pernapasan.
4.
Dari
hidung terlihat ingus mukopurulen atau purulen, yang kebanyakan disertai dengan
bau busuk.
5.
Suhu
tubuh meningkat hingga 42°C atau lebih.
6.
Gejala
dehidrasi yang terjadi dalam waktu singkat.
7.
Kemih dan
tinja tidak terbentuk(biasanya).
8.
Kebanyakan
penderita mengalami konstipasi.
9.
Selaput
lender konjungtiva tampak hiperemik dan pembuluh darah episkleral melebar.
10. Pulsus terasa sebagai pulsus piliformis dan jantung
mengadakan kompensasi dalam bentuk suara jantung yang mendebur.
11. Pada pemeriksaan auskultasi yang terdengar adalah
suara campuran, dengan suara ronchi basah yang dominan(sering auskultasi dan
perkusi tidak dapat dilakukan dengan sempurna, karena tipe pernapasan yang
sangat frekuen dan batuk yang terus menerus, hingga hasilnya juga kurang
konklusif).
12. Proses akut biasanya berlangsung tidak lebih dari
48 jam dan diakhiri dengan kematian.
13. Pada yang subakut, proses berlangsung 7-14 hari,
selama hewan masih mau makan dan minum, radang paru-paru aspirasi dapat
berakhir dengan kesembuhan secara klinis yang disertai proses radang yang
terlokalisasi.
14. Proses akut mengakibatkan hewan kehilangan nafsu
makan dan terhentinya produksi air susu.
15. Pasien suka tiduran dan berdiri dengan kaki muka
diabdusikan.
II. 8 Diagnosa
Penentuan diagnosis didasarkan pada anamnesis dan gejala yang
disebutkan di atas. Penyakit paru-paru aspirasi perlu dibedakan dari penyakit paru-paru bentuk
lain dan bronchitis. Juga pleuropneumonia akan menunjukkan gejala yang mirip,
dengan suara friksi yang menonjol. Pada proses yang berlangsung akut, prognosa hampir
infausta. Pada yang subakut prognosis bersifat meragukan. Setiap saat proses
dapat berubah menjadi akut.3, 6
Anamnesis 6
Gejala
yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus
menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunanan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan
meningitis, sepsis atau ileus.
Pemeriksaan
fisis 6
Tanda
yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory
effort ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas
cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah
yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat
terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa
ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan
penunjang 6
- Pada pemeriksaan darah
tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenisbergeser ke kiri.
- Bila fasilitas
memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia
(karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2
dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi
asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah
jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang
tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
- Gambaran padat
radiografi paru secara klasik dibagi menjadi 3, yaitu : alveolar
(disebabkan oleh pneumococcus dan bakteri lain), interstitial pneumonia
(disebabkan oleh virus atau mycoplasma), serta Bronchopneumonia (oleh
karena S. aureus atau bakteri lain) memiliki pola difus bilateral dengan
meningkatnya batas peribroncial, adanya infiltrat fluffy (seperti
benang/rambut halus) yang kecil dan meluas ke perifer. Staphylococcal
pneumonia terkait dengan gambaran pneumatoceles dan efusi pleura
(empyema). Mycoplasma penyebab pneumonia memiliki pola yang sama dengan pola
bakteri atau virus, ditambah dengan adanya infiltrat retikuler dan
retikulonoduler yang terlokalisir pada satu lobus. Pada anak-anak
konsolidasi pneumonia berbentuk spheris menyerupai tumor pada awalnya dan
selanjutnya meluas, single dengan batas tidak jelas.3
Penilaian Laboratorium
Pada pasien pneumonia oleh
karena bakteri jumlah sel darah putih meningkat (neutrofil) (>15000/mm3),
thrombocytosis terjadi lebih dari 90 % anak dengan empyema. Hyponatremia akibat
sekunder dari meningkatnya hormon ADH. Sputum bisa menjadi bahan pemeriksaan
pada orang dewasa dan jarang diproduksi pada anak-anak dibawah 10 tahun,
kualitas sputum yang baik mengandung 25 polymorphonucclear sel per field.
Kultur darah positif hanya 3-11 % pasien pneumonia. Pemeriksaan antigen bakteri
pada serum dan urin mempergunakan latex particle aglutination atau CIE
memiliki sensitivitas dan spesivisivitas yang rendah. Teknik invasive pada
pasien pada pasien dengan efusi pleura bertujuan untuk memerika cairan pleura
atau dengan Flexible bronchoscopy (FB) dengan bronchoalveolar lavage (BAL). Ada
cara lain yakni open lung biopsy dipergunakan bila cara invasive lainnya gagal
dalam mendiagnosa akantetapi cara ini memiliki kelemahan seperti dapat
membentuk broncopleural fistula.3
II. 9 Diagnosa Banding 4
Diagnosa banding yang sering disetarakan dengan penyakit pneumonia aspirasi
ini adalah:
·
Asthma
Pada pasien anak keadaan
diagnosa banding lebih cendrung dengan penyakit sebagai berikut:
1.
Asthma Bronchiale
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12
bulan, tapi terbanyak di atas usia 2 tahun. Perlu pula diketahui, bahwa 10-30 %
dari anak yang menderita bronchiolitis setelah agak besar menjadi penderita
asthma.
Yang dapat membantu diagnosis asthma diantaranya,
ialah :
-
Anamnesa keluarga :
penderita asthma positif atau penyakit atopik
-
Serangan asthma lebih
dering berulang atau episodic
-
Mulai lebih akut seringkali
tidak perlu didahului oleh adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas.
-
Ekspirasi yang sangat
memanjang
-
Ronchi lebih terbatas
-
Pulmonary inflation lebih
ringan
-
Laboratoris ditemukan
eosinophilia
-
Reaksi terhadap
bronchodilator pada umumnya nyata, juga epinephrine.
2.
Bronchiolitis akut
-
inflamasi di bronkiolus
-
menyerang anak-anak usia di
bawah 2 tahun
-
karakteristik: nafas yang
cepat, dada tertarik, dan wheezing
-
ditandai
dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru
-
Gambaran
radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan diafragma
dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada fotolateral.
3.
Bronchitis Acuta
-
Terjadi di bronchus
-
Gejala obstruksi dan
gangguan pertukaran tidak nyata atau ringan. Ronchi : basah, kasar.
-
Dapat berkembang menjadi
bronchiolitis.
Pneumonia dengan penyebab
bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan perbedaan diagnosis:
Klasifikasi
|
Bacterial
|
Viral
|
Mycoplasma
|
Umur
|
Semua
|
Semua
|
5-15 tahun
|
Waktu
|
Musim dingin
|
Musim dingin
|
Semua tahun
|
Permulaan
|
Abrupt
|
Variabel
|
Tiba-tiba
|
Demam
|
Tinggi
|
Variabel
|
Rendah
|
Nafas cepat dan dangkal
|
Umum
|
Umum
|
Tidak umum
|
Batuk
|
Produktif
|
Nonproduktif
|
Nonproduktif
|
Gejala yang menyertai
|
Mild coryza, sakit abdomen
|
Coryza (rhinitis akut)
|
Bullous myringitis, pharingitis
|
Keadaan fisik
|
Konsolidasi, sedikit crackle
|
Variabel
|
Fine crackle, wheezing
|
Leukositosis
|
Umum
|
Variabel
|
Tidak umum
|
Radiografi
|
Konsolidasi
|
Infiltrate difus bilateral
|
Variabel
|
Ufusi pleura
|
Umum
|
Jarang
|
Kecil dalam 10-20%
|
Tabel: Perbandingan
diagnosa Pneumonia penyebab bakteri maupun non bakteri
II. 10 Penatalaksanaan
Pneumonia aspirasi bisa dengan berbagai cara
tergantung dari jenisnya. Obat antibiotik yang dapat diberikan adalah penisilin
atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin bila penisilin tidak
mempan atau pasien alergi terhadap penisilin. Tidak ada patokan pasti lamanya
terapi, yang pasti antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, atau
gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu (pada umumnya selama 3-6
minggu). Bedah terhadap abses tidak diperlukan kecuali bila respon terapi
kurang dan terjadi kekambuhan infeksi di tempat yang sama.7
Pneumonia dengan gejala pneumonitis kimia dapat
menggunakan terapi oksigen dan jika perlu bisa diberikan ventilator
mekanis.Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk membersihkan saluran pernafasan
dan mengeluarkan benda yang terhirup.Untuk mencegah infeksi, kadang-kadang
diberikan antibiotik.7
Jika dengan gejala obstruksi mekanik maka dilakukan
Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing dan tindakan ini biasanya
dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing tertahan di bagian yang
lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan
infeksi yang berulang.Benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat
dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda asing dikeluarkan).7
Medikasi
- Terapi
antibiotik, untuk pneumonia yang disembarking bakteri, ideally tidak
dilakukan sampai bakteri diidentifikasi, dilanjutkan sampai 10 hari
setelah tampak gejala klinis dan dilakukan pemeriksaan radiographi.
- bronchodilatator
(contoh: theophylline dan terbutaline), dimaksudkan untuk meningkatkan
frekuansi nafas.
- kortikosteroid
jangka pendek, dapat dilakukan sekali saja pada kasus infeksi per-akut.
STANDART
PENATALAKSANAAN PNEUMONIA DARI DEPKES RI 8
A.
Beri
antibiotic oral sesuai indikasi
Untuk
semua klasifikasi yang membutuhkan antibiotic yang sesuai. Antibiotic pilihan
pertama:
Kotrimoksazol(trimetoprim+sulfametoksazol) Antibiotic pilihan
kedua: amoksilin Umur
atau berat badan kotrimoksazol beri
2 kali sehari
selama 5 hari Amoksisilin Beri
3 kali sehari selamam 5 hari Tablet
dewasa 480
mg Tablet anak 120
mg Sirup/ 5 ml 240
mg Sirup 125mg per
5 ml 2
– 4 bulan (4
- < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml4 – 12 bulan(6 – < 10 kg) ½ 2 5 ml
5 ml12 bulan – 5 tahun(10 - < 19 kg) ¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml
B.
Beri
antibiotic intramuscular
Untuk anak
yang harus segera dirujuk tetapi tidak dapat menelan obat oral, beri dosis (IM)
kloramfenikol dan atau ampisilin dan rujuk segera. Jika rujukan tidak
memungkinkan ulangi suntikan kloramfenikol setiap 12 jam selama 5 hari dan atau
ampisilin setiap 6 ham selama 5 hari. Kemudian ganti dengan antibiotic yang
sesuai, untuk melengkapi 10 hari pengobatan. Umur atau berat badan Kloramfenikol Dosis 40 mg per kg BB Tambahkan 5,0 ml
aquadest Sehingga
menjadi 1000
mg = 5,6 ml Atau
180 mg/ml Ampisilin Dosis 20 mg per Kg BB Tambahkan 5,0 ml
aquadest Dalam
1 vial 1000 mg Sehingga
menjadi 1000
mg = 5,6 ml Atau
180 mg/ml1 – 4 bulan (4-< 6 kg) 1.0 ml = 180 mg 0.5 cc = 90 mg 4 – 9 bulan (6-< 8
kg) 1.5 ml = 270 mg 0.8 cc = 145 mg 9 – 12 bulan (8-<10 kg) 2 ml =
360 mg 1 cc = 180 mg12 – 3 tahun (10-< 14 kg) 2.5 ml = 450 mg 1.3 cc = 225 mg3
– 5 tahun (14-< 19 kg) 3.5 ml = 630 mg 1.8 cc = 315 mg
C. Nasehat untuk ibu
tentang cara perawatan dirumah untuk anak 2 bulan s/d > 5 tahun.
a. Pemberian makanan:
- Berilah makanan
secukupnya selama anak sakit
- Tambahlan jumlah
makanan setelah sembuh
- Bersihkan hidung
agar tidak mengganggu peberian makanan
b. Pemberian cairan:
- Berilah minuman lebih banyak
- Tingkatkan pemberian ASI
c. Pemberian obat pereda batuk
- Berikan ramuan yang aman dan sederhana
d. Pada anak bukan pneumonia perhatikan apabila
timbul tanda pneumonia, bawalah kembali kepda petugas kesehatan, bila:
- Napas menjadi sesak
- Napas menjadi scepat
- Anak tidak mampu minum
- Sakit lebuh parah
D. Pengobatan demam
a. Demam tinggi lebih dari 38.o c
- Berilah parasetamol
- Nasehati ibu agar memberi cairan lebih banyak
- Dosis parasetamol: tablet 500 mg pemberian tiap 6
jam selama 2 hari
Umur anak Dosis
2 bulan - < 6 bulan6 bulan - < 3 tahun3 tahun
- < 5 tahun 1/8 tablet¼ tablet½
tablet.
II. 11 Komplikasi 9
Komplikasi dari pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Empisema
2. Gagal nafas
3. Perikarditis
4. Meningitis
5. Hipotensi
6. Delirium
7. Asidosis metabolik
1. Empisema
2. Gagal nafas
3. Perikarditis
4. Meningitis
5. Hipotensi
6. Delirium
7. Asidosis metabolik
II. 12 Prognosa 10
Prognosa yang dengan
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat,
mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 % agar sistem bronchopolmunal
yang tidak terkena dapat diselamatkan.
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
1.
Pneumonia aspirasi adalah radang parenkim dan saluran
pernafasan yang terjadi karena masuknya benda asing, padat maupun cair, yang
ukuran dan takarannya berlebihan serta tidak steril.
2.
Radang paru-paru yang berlangsung akut ditandai dengan
perasaan tidak enak, batuk, dispnoe, dan demam yang tinggi. Pada pneumonia
macam ini terlihat pembusukan jaringan pulmoner.
3.
Pneumonia ini juga dapat disebabkan oleh kuman-kuman yang
mempunyai daya putrefaksi (daya melarutkan jaringan mati).
4.
Penyakit paru-paru
aspirasi perlu dibedakan dari penyakit
paru-paru bentuk lain dan bronchitis. Juga pleuropneumonia akan menunjukkan
gejala yang mirip, dengan suara friksi yang menonjol. Pada proses yang
berlangsung akut, prognosa hampir infausta. Pada yang subakut prognosis
bersifat meragukan. Setiap saat proses dapat berubah menjadi akut.
5.
Prognosa yang dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 % agar sistem bronchopolmunal yang tidak
terkena dapat diselamatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Marik,
Paul E.. Aspiration Pneumonitis
and Aspiration Pneumonia. The New England
Journal of Medicine. N Engl J Med, 2001 Vol. 344, No. 9
2.
Price
SA, Wilson LM, Anatomi Dan Fisiologi Pernafasan: penerbit : EGC. Jakarta, 2006
3.
Guyton. Ae, Fisiologi Kedokteran: Fisiologi Pernafasan
Edisi:III, penerbit : EGC. Jakarta 2006
4.
Wheda Asmara Putra, Pneumonia Aspirasi Ganggrenosa :
http://whedacaine.wordpress.com/2009/11/06/pneumonia-aspirasi/ada tanggal 27 Juni 2010.
5.
Helmia, Lulu Manase UE, Pneumonia dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Lab/SMF Ilmu Penyakit Paru FK
Unair-RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2004.
6.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006
7.
Setiowulan, Rasmailah, Referensi
kesehatan: Pneumonia :
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/19/.Diakses tanggal 26 Juli 2010
8.
RSU Dr. Soetomo.Pneumonia Pedoman Diagnosis Dan Terapi.
Bagian/SMF ilmu penyakit paru. Edisi III Surabaya 2005
9.
Firdous Umar Standart
Penatalaksanaan Pneumonia Depkes RI Available from :
[online] http:// www.bmf.litbang.pneumonia.depkes.go.id Diakses tanggal 26 Juli 2010
10. Wikipedia
Indonesia; Pneumonia Aspirasi available at URL: http://id.wikipedia.org/wiki/ Pneumonia Aspirasi; 2010; accessed 25 Juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)